Bagi banyak fresh graduate, memasuki dunia kerja bukanlah hal yang mudah. Salah satu tantangan terbesar yang mereka hadapi adalah persyaratan “minimal pengalaman kerja” yang sering ditemukan dalam lowongan pekerjaan. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa tanpa pengalaman, peluang untuk diterima kerja menjadi sangat kecil, meskipun mereka memiliki kemampuan dan semangat belajar yang tinggi.
Ironisnya, banyak perusahaan mencari kandidat muda yang enerjik dan kreatif, namun tetap mencantumkan syarat pengalaman 1-2 tahun. Ini menjadi paradoks bagi lulusan baru yang belum punya kesempatan membuktikan diri di dunia profesional. Akibatnya, sebagian besar fresh graduate merasa tertinggal dan kurang percaya diri.
Namun, situasi ini juga mendorong mahasiswa untuk mulai aktif sejak di bangku kuliah—melalui magang, organisasi, proyek sukarela, hingga freelance. Pengalaman non-formal tersebut kini semakin diakui sebagai nilai tambah yang bisa mengimbangi kekurangan pengalaman kerja formal.
Solusinya, dibutuhkan kesadaran dari dunia industri untuk memberikan lebih banyak ruang bagi lulusan baru. Perekrutan berbasis potensi, keterampilan, dan kesiapan belajar dapat menjadi jembatan untuk mengatasi kesenjangan ini. Kolaborasi antara dunia pendidikan dan industri juga penting untuk menyiapkan lulusan yang siap kerja tanpa harus terjebak syarat pengalaman yang memberatkan.