Dalam beberapa tahun terakhir, dunia tampak berada di ujung ketegangan geopolitik yang semakin memanas. Berbagai konflik regional yang awalnya bersifat lokal kini berkembang menjadi isu global, memunculkan kekhawatiran akan pecahnya Perang Dunia ke-3. Ketegangan antara negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok, serta berbagai konflik bersenjata di Ukraina, Timur Tengah, dan Asia Timur, menjadi indikasi bahwa dunia tidak sepenuhnya stabil.
Konflik di Ukraina yang melibatkan Rusia dan mendapat perhatian tajam dari NATO adalah salah satu contoh nyata yang meningkatkan potensi konfrontasi global. Negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, memberikan dukungan militer dan ekonomi kepada Ukraina, sementara Rusia menganggap hal tersebut sebagai ancaman terhadap keamanannya. Hal ini memicu retorika perang nuklir dan memperkeruh hubungan antar kekuatan besar.
Di sisi lain, ketegangan di Asia Timur juga patut diwaspadai. Sengketa Laut Cina Selatan, serta isu Taiwan yang sensitif bagi Tiongkok, berpotensi menjadi pemicu konflik militer antara Tiongkok dan sekutu-sekutu barat, terutama Amerika Serikat dan Jepang. Kedua kawasan ini merupakan titik strategis yang dapat memperluas skala konflik bila terjadi salah langkah diplomatik atau insiden militer.
Selain itu, peningkatan anggaran militer global dan modernisasi persenjataan, termasuk pengembangan senjata hipersonik dan sistem pertahanan udara canggih, memperlihatkan bahwa banyak negara bersiap menghadapi kemungkinan konflik besar. Polarisasi politik, disinformasi, dan krisis ekonomi global akibat pandemi serta perubahan iklim juga menambah kompleksitas situasi.
Meski demikian, sebagian besar pengamat internasional masih meyakini bahwa Perang Dunia 3 dapat dihindari melalui diplomasi intensif, kerja sama multilateral, serta reformasi lembaga internasional seperti PBB. Dunia telah belajar dari kehancuran dua perang dunia sebelumnya, dan upaya menjaga perdamaian global harus menjadi prioritas bersama.