Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengeluarkan peringatan serius setelah menemukan angka anomali lalu lintas atau serangan siber yang teridentifikasi di Indonesia. Sepanjang tujuh bulan pertama tahun 2025, tepatnya dari Januari sampai Juli, jumlah serangan siber yang terekam mencapai 3,64 miliar kejadian. Angka yang luar biasa tinggi ini menjadi sinyal bahaya yang nyata karena jumlahnya disebutkan hampir setara dengan total serangan siber sepanjang lima tahun sebelumnya (Sumber: Tempo.co). Kenaikan drastis ini mengonfirmasi bahwa tingkat kerentanan dunia siber nasional berada dalam situasi yang sangat memprihatinkan.
Secara rinci, BSSN memaparkan bahwa sebagian besar dari 3,64 miliar serangan itu didominasi oleh serangan yang menggunakan malware, yang meliputi kurang lebih 83,68 persen dari total anomali. Bagian lainnya terdiri dari percobaan akses tanpa izin dan eksploitasi kelemahan sistem. Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja, menjelaskan bahwa tingginya angka serangan ini mengindikasikan bahwa “area yang rentan diserang” (attack surface) semakin melebar sejalan dengan cepatnya penggunaan teknologi, sementara kapasitas negara dalam menghadapi ancaman tersebut makin tertinggal jauh (Sumber: Fourtrezz).
Kondisi genting ini dipicu oleh sejumlah faktor, di antaranya transformasi digital besar-besaran yang tidak dibarengi dengan infrastruktur keamanan yang cukup, minimnya pemahaman keamanan siber di kalangan masyarakat, serta belum maksimalnya regulasi dan penegakan hukum siber di tanah air. Karena itu, BSSN bersama pemerintah terus mengupayakan penyelesaian Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS). RUU ini dipandang vital untuk melengkapi UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dan menyediakan landasan hukum yang kokoh untuk menindak para pelaku kejahatan siber lintas batas negara serta memperkuat sistem pertahanan siber nasional secara komprehensif (Sumber: Tempo.co, Bloomberg Technoz).