Trofi juara GP Qatar mungkin akan selalu menjadi kenangan manis tak terlupakan bagi Diggia, sapaan akrabnya, selama kariernya.
Bukan hanya karena itu merupakan kemenangan pertamanya di MotoGP, tetapi juga karena terancam jadi kemenangan terakhirnya di kelas para raja.
Semua itu karena persoalan masa depan Diggia belum jelas.
Diggia terbuang dari timnya sendiri setelah Gresini ketiban durian runtuh gegara transfer Marc Marquez untuk MotoGP 2024.
Adapun satu kursi lainnya tetap menjadi milik Alex Marquez, adik Marc, yang tampil lebih baik daripada Diggia pada awal musim.
Tawa dan tangis haru secara ironis bercampur tatkala Diggia memarkirkan motornya di parc ferme lalu berpelukan dengan kru-nya pasca-balapan di Qatar, Minggu (19/11/2023).
Sebelum bertolak ke Qatar, Diggia sempat diliputi amarah karena ia batal menggantikan Marquez di Repsol Honda.
Sinyal baik yang sempat ia bocorkan, nyatanya justru berubah menjadi kabar buruk yang semakin membuatnya kalut menjalani akhir musim ini.
“Saya ingin jujur dan mengatakan satu hal, sesuatu yang tidak baik untuk masa depan saya terjadi setelah seri Malaysia,” kata Diggia dikutip BolaSport.com dari Speedweek.
Repsol Honda lebih memilih Luca Marini, yang sebenarnya sudah punya kontrak dengan VR46 untuk 2024, sebagai rekan setim baru Joan Mir pada musim depan.
Kemenangan Diggia di Qatar tak luput dari tekad besar untuk membuktikan kepada dunia, kepada Gresini serta Repsol Honda, bahwa mereka telah salah karena tidak memilihnya.
“Saya pulang ke rumah dengan penuh amarah, namun dengan cara yang positif,” sambung runner-up Moto3 2018 itu.
“Saya bilang kepada teman terdekat dan keluarga saya, sekitar dua atau tiga kali bahwa saya akan menang di Qatar!”
“Lalu semuanya berkata, ‘Fabio, jangan bilang begitu, pergi dan berusaha saja, tapi tolong jangan katakan itu karena energinya akan hilang’.”
“Namun, saya tetap pada pendirian saya, ‘Tidak, saya akan menang!’. Dan begitu sampai di sini, saya harus mewujudkannya. Itu tidak mudah, tapi kami telah berhasil.”
Kemenangan di Qatar sempat dipuas-puaskan Diggia sendiri sampai sesi podium dan penyerahan trofi juara.
Namun ketika sudah turun dari panggung podium dan mendapat pertanyaan tentang masa depannya, di sinilah pembalap asal Roma, Italia, itu sempat terdiam.
“Saya sedikit kehilangan kata-kata mengenai topik ini,” ujar Diggia yang miris dengan masa depannya sendiri.
“Saya sudah bilang bebeberapa kali dan saya agak lelah harus mengulanginya karena sepertinya saya selalu duduk di sini mengatakan hal yang sama.”
“Rasanya seperti tidak nyata tentang apa yang terjadi di MotoGP saat ini. Saya yakin bahwa saya adalah pembalap yang menunjukkan hal-hal baik di tahun keduanya.”
“Dan menurut saya, saya sudah tepat waktu dalam mendapatkan hasil. Ini bukan kelas yang mudah, Anda perlu waktu untuk bekerja keras dan meningkatkan kinerja Anda.”
“Saya marah karena kami bekerja keras tapi tidak ada hasil.”
“Kami sudah dekat (dengan kesepakatan baru, red) lalu gagal, nyaris untuk kedua kalinya dan gagal lagi,” jelasnya menggambarkan negosiasi bersama manajernya Diego Tavano.
“Jadi saya bilang ke saya sendiri: ‘Persetan! Saya akan melakukannya sekarang, saya akan mencobanya! Ini adalah satu-satunya senjata yang saya punya sekarang.”
Salah satu sosok kunci kebangkitan Diggia di musim ini ia sebutkan sendiri tak lepas dari kehadiran Frankie Charchedi yang menjadi kepala kru-nya tahun ini.
Charchedi merupakan mantan kepala kru yang pernah mengantarkan Joan Mir menjadi juara dunia MotoGP 2020 di Suzuki Ecstar.
Setelah Suzuki mundur dari MotoGP, Charchedi direkrut Gresini. Sayangnya, kesabaran dan kerja sama apik mereka di paddock terabaikan.
“Saat bergabung dengan tim, Frankie banyak membantu saya untuk memahami bagaimana saya harus mengendarai motor ini,” ujar Diggia.
“Dia menjelaskan kepada saya seolah-olah saya baru pertama kali menaiki motornya.”
“Kami mulai mendapat setiap detail kecil, selangkah demi selangkah. Ini perlu waktu lama. Anda tidak bisa naik dari posisi terakhir ke podium dalam dua balapan.”
“Oke, mungkin ada yang lain yang bisa melakukannya, angkat topi untuknya, tapi dari sudut pandang saya, itu hampir mustahil. Itu hanya perlu waktu.”
“Kami bekerja sepanjang musim dan membuat kemajuan kecil dari balapan ke balapan.”
“Anda harus percaya pada proses ini, dan selangkah demi selangkah kami telah mencapai level yang luar biasa ini,” tandasnya.
Secercah harapan muncul di hadapan Diggia.
Pada Minggu malam, di sela-sela MotoGP Qatar 2023, Diego Tavano selaku manajer terlihat berbicara dengan petinggi tim VR46.
Tavano berbicara dengan direktur tim Alessio Salucci dan manajer tim Pablo Nieto soal kursi lowong yang akan ditinggalkan Marini.
“Saya akhirnya melihat titik terang setelah periode yang sulit ini,” terang Tavano kepada Sky Sport Italia.
“Penderitaan ini tidak mudah untuk dijalani. Saya pikir sesuatu bisa muncul, kam telah membuat pembicaraan pertama dengan VR46, saya optimistis.”
Leave a Reply