Pontianak – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali melanda wilayah Kalimantan Barat. Sejak awal Mei, sekitar 3.000 hektar hutan terbakar, terutama di kawasan Ketapang dan Sanggau. Asap tebal mulai menyelimuti beberapa kota besar seperti Pontianak dan Singkawang, menyebabkan kualitas udara menurun drastis.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Barat menyatakan bahwa penyebab utama kebakaran adalah pembukaan lahan dengan cara pembakaran oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, cuaca panas ekstrem dan minimnya curah hujan memperburuk situasi.
“Kami telah mengerahkan lebih dari 500 personel gabungan, termasuk TNI dan Polri, untuk memadamkan api. Namun akses yang sulit membuat pemadaman di beberapa titik memakan waktu lama,” ujar Kepala BPBD Kalbar, Haryanto.
Pemerintah Provinsi telah menetapkan status siaga darurat karhutla dan meminta bantuan pusat untuk segera menurunkan helikopter water bombing. Selain itu, 12 orang diduga pelaku pembakaran telah diamankan oleh aparat dan sedang dalam proses hukum.
Akibat kebakaran ini, ribuan warga mengalami gangguan pernapasan. Dinas Kesehatan mencatat peningkatan kasus ISPA hingga 60% dalam dua minggu terakhir. Sekolah-sekolah di beberapa wilayah bahkan diliburkan untuk mencegah dampak lebih buruk pada anak-anak.
Pakar lingkungan dari Universitas Tanjungpura, Dr. Liana Maharani, menyebut kebakaran ini sebagai bentuk kegagalan pengawasan dan lemahnya penegakan hukum. “Selama praktik pembakaran lahan tidak dihentikan secara serius, kebakaran akan terus berulang setiap tahun,” ujarnya.
Presiden Jokowi dalam pernyataannya mendesak agar para pelaku ditindak tegas dan meminta pemerintah daerah memperkuat edukasi serta pengawasan di tingkat desa.BukuHarian