Jakarta, 11 Mei 2025 — Pemerintah Indonesia kembali menaikkan tarif cukai rokok sebesar rata-rata 10 persen mulai Januari 2025. Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi nasional untuk menekan jumlah perokok aktif, terutama di kalangan remaja dan anak-anak yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan persnya menjelaskan bahwa kenaikan cukai rokok kali ini ditujukan bukan hanya untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga sebagai bentuk perlindungan terhadap generasi muda. “Kita tidak hanya berbicara tentang pendapatan, tetapi juga tentang kesehatan masyarakat. Kenaikan cukai rokok adalah instrumen fiskal untuk mengendalikan konsumsi,” ujar Sri Mulyani di Gedung Kemenkeu.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2023, jumlah perokok usia 10–18 tahun naik dari 7,2% pada 2016 menjadi 9,1% pada 2023. Angka ini menunjukkan tren yang mengkhawatirkan, meskipun sudah ada berbagai upaya pengendalian, seperti larangan iklan rokok di media massa, pelabelan peringatan bergambar, dan pembatasan penjualan rokok eceran.
Kenaikan harga rokok akibat cukai diyakini akan menurunkan daya beli terutama di kalangan remaja. Namun, efektivitas kebijakan ini tetap menjadi perdebatan. Sebagian pengamat menyatakan bahwa selama rokok masih bisa dibeli secara eceran dan dijual bebas di warung, kebijakan cukai saja tidak cukup. Direktur LSM Lentera Anak, Lisda Sundari, menekankan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap penjualan rokok di dekat sekolah dan tempat umum.
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Rokok Indonesia (APRI) mengaku keberatan terhadap kenaikan cukai ini. Menurut APRI, kebijakan ini berpotensi mengganggu industri tembakau nasional dan mengancam keberlangsungan tenaga kerja di sektor tersebut. “Kami mendukung pengendalian konsumsi, tapi kebijakan ini harus mempertimbangkan dampaknya terhadap petani dan pekerja,” kata juru bicara APRI, Bambang Priyono.
Di sisi lain, sejumlah pihak mendesak pemerintah agar segera memperkuat regulasi seperti pelarangan total iklan rokok dan pelarangan penjualan kepada anak di bawah umur, agar kebijakan pengendalian ini tidak setengah-setengah.
Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini akan dievaluasi setiap tahun, dan akan dikombinasikan dengan strategi lain seperti edukasi bahaya merokok serta penyediaan layanan berhenti merokok di fasilitas kesehatan.