Belakangan ini, tagar #KaburAjaDulu ramai diperbincangkan di media sosial. Ungkapan ini menggambarkan keinginan sebagian masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, untuk meninggalkan tanah air demi mencari kehidupan yang dianggap lebih layak di luar negeri. Tren ini erat kaitannya dengan fenomena brain drain, yaitu migrasi sumber daya manusia terdidik dan berkualitas ke negara lain.
Fenomena brain drain bukanlah hal baru. Indonesia telah lama mengalami gelombang perpindahan warga berpendidikan tinggi—baik lulusan universitas dalam negeri maupun luar negeri—yang memilih untuk bekerja, menetap, bahkan menjadi warga negara asing. Alasan utamanya beragam: mulai dari prospek karier yang lebih menjanjikan, kualitas hidup yang lebih baik, sistem birokrasi yang lebih tertata, hingga keresahan terhadap kondisi sosial-politik di tanah air.
Tagar #KaburAjaDulu mencerminkan ketidakpuasan terhadap kondisi domestik. Banyak yang merasa bahwa potensi mereka tidak dihargai atau didukung di Indonesia. Misalnya, ilmuwan dan profesional muda merasa terhambat oleh birokrasi, minimnya pendanaan riset, atau kurangnya meritokrasi dalam dunia kerja. Di sisi lain, negara-negara seperti Singapura, Australia, atau negara-negara Eropa menawarkan ekosistem yang lebih mendukung bagi para talenta ini.
Namun, tren ini juga memunculkan kekhawatiran. Brain drain dapat menyebabkan kehilangan aset intelektual nasional, menghambat inovasi, dan memperlemah daya saing Indonesia dalam jangka panjang. Jika orang-orang terbaik bangsa terus pergi dan enggan kembali, maka pembangunan nasional bisa terhambat secara signifikan.
Solusi terhadap fenomena ini tidaklah sederhana. Pemerintah perlu menciptakan ekosistem yang kondusif—baik dalam bidang pendidikan, riset, maupun lapangan kerja—agar para talenta merasa dihargai dan memiliki prospek cerah di tanah air. Selain itu, kolaborasi dengan diaspora Indonesia di luar negeri juga dapat menjadi jembatan untuk transfer ilmu, investasi, dan inovasi.
Tren #KaburAjaDulu seharusnya menjadi cermin bagi kita semua: bahwa sudah saatnya Indonesia berbenah, agar bukan hanya mampu mencetak generasi unggul, tetapi juga mempertahankannya di rumah sendiri.